Ada
salah satu artikel yang ditulis oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D yang cukup
menarik yaitu mengenai perjalanan lintas waktu. Saya coba berbagi mengenai
artikel tersebut yang sangat membantu kita dan memudahkan kita memahami konsep
Fisika secara sederahana dan menarik. Berikut adalah artikel lengkapnya, selamat
membaca....
Film-film
dan novel-novel fiksi ilmiah yang mengangkat tema tentang perjalanan menembus
waktu (menggunakan berbagai bentuk mesin waktu) semakin menjamur seiring dengan
pesatnya perkembangan ilmu Fisika. Apakah film-film semacam Star Trek, Time
Machine, Back to the Future, dan, yang baru saja dirilis, Timeline
hanya melambangkan hebatnya imajinasi para pembuat film? Atau sebenarnya
cerita novel dan film-film semacam ini sudah mulai beranjak dari kategori fiksi
ilmiah menjadi suatu terobosan terbaru teknologi modern yang benar-benar ada di
kehidupan nyata? Para fisikawan pun tidak mau ketinggalan menganalisa aspek
ilmiah dari teknologi-teknologi yang ditampilkan dalam film film yang berhasil
mengeruk keuntungan besar itu. Dulu para fisikawan yang berani mengangkat topik
time travel dianggap terlalu asyik berkhayal. Tetapi sekarang justru
para fisikawan kebingungan mencari bukti-bukti yang bisa menunjukkan secara
pasti bahwa perjalanan seru menembus waktu ini tidak mungkin bisa
dilakukan! Konsep-konsep fisika yang ada justru mendukung teori time
travelling ini! Siapa sangka bahwa sebenarnya kita pun sudah sering
melakukan perjalanan menembus waktu dalam kehidupan sehari-hari kita! Dan tanpa
menggunakan mesin waktu! Jalan menuju fenomena fantastis ini dibuka oleh
fisikawan ternama, Albert Einstein, dengan teori relativitasnya.
Untuk
bisa memahami konsep perjalanan menembus waktu, kita harus memahami dulu yang
dimaksud dengan Waktu (Time). Dalam fisika, waktu merupakan
salah satu besaran pokok yang melambangkan periode atau interval yang bisa
diukur secara pasti (satuan internasionalnya adalah detik). Kita tahu bahwa 1
hari terdiri dari 24 jam, 1 jam 60 menit, dan 1 menit 60 detik. 1 detik
didefinisikan sebagai jumlah osilasi atom Cesium-133 (9.192.631.770 osilasi)
pada jam atom. Dengan konstanta-konstanta yang terlibat ini, kita tentunya
langsung menyimpulkan bahwa waktu memiliki nilai absolut (eksak) dan bukan
merupakan besaran yang nilainya relatif terhadap suatu acuan tertentu. Tetapi
Einstein mengubah pandangan ini saat mengemukakan teori relativitasnya. Menurut
Einstein, semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu akan
berjalan semakin lambat bagi benda atau partikel tersebut. Saat kecepatannya mendekati
kecepatan cahaya, waktu berjalan sangat lambat. Bagaimana kalau ada benda atau
partikel yang bisa bergerak dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya? Waktu
akan berjalan begitu lambatnya sehingga benda yang bergerak dengan
kecepatan setinggi itu bisa kembali ke posisi awal dengan sangat cepat. Saking
cepatnya, benda itu sudah kembali berada di posisi awalnya sebelum benda itu
mulai bergerak! Ini berarti benda itu sudah melakukan perjalanan menembus waktu
ke masa lalunya sendiri!
Teori
relativitas Einstein dapat dibuktikan dengan perjalanan ke ruang angkasa. Para
astronot meninggalkan bumi menggunakan pesawat ulang-alik yang meluncur dengan
kecepatan sangat tinggi. Jika mereka melakukan perjalanan selama 1 tahun di
ruang angkasa dan kemudian kembali ke bumi, mereka bisa menemukan bahwa bumi
mencatat waktu perjalanan mereka mencapai 10 tahun! Ini berarti dua orang atau
benda yang bergerak dengan kecepatan berbeda akan mengalami durasi waktu yang
berbeda pula. Ini juga berarti bahwa para astronot itu sudah berada di masa
depan mereka karena orang-orang yang ditinggalkannya kini menjadi 10 tahun
lebih tua dari saat mereka pergi meninggalkan bumi (padahal mereka hanya pergi
selama 1 tahun)! Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mengalami hal ini
saat kita bepergian menggunakan pesawat terbang. Kecepatan gerak pesawat
memungkinkan kita untuk ‘lompat’ ke masa depan kita, walaupun lompatannya tidak
jauh (hanya beberapa nanodetik) sehingga kita biasanya tidak menyadarinya. Jam
atom yang sangat akurat dapat membuktikan bahwa kita sudah lompat beberapa
nanodetik (1 nanodetik = 10-9 detik) ke masa
depan!
Efek yang kita rasakan adalah fenomena yang kita sebut Jet Lag.
Nah,
kalau kecepatan bisa membuat kita lompat ke masa depan, bagaimana caranya kita
bisa lompat ke masa lalu? Bukankah dibutuhkan kecepatan yang melebihi kecepatan
cahaya supaya kita bisa kembali ke masa lalu kita? Padahal kita tahu tidak ada
(belum ada) satu pun benda atau partikel yang
bisa
bergerak melebihi kecepatan cahaya. Einstein kembali tampil dengan teori relativitasnya
untuk menjawab ini! Si jenius ini menyatakan bahwa gaya Tarik gravitasi dapat
memperlambat waktu! Menurut Einstein, jam dinding yang dipasang di ruang bawah
tanah (lebih dekat ke pusat bumi sehingga mengalami gaya tarik gravitasi yang
lebih besar) berjalan lebih lambat dibanding jam dinding yang dipasang di
tingkat tertinggi suatu gedung. Tentu saja perbedaannya sangat kecil dan hanya
bisa dideteksi oleh jam atom. Tetapi ini berarti bahwa waktu berjalan lebih
cepat di ruang angkasa (karena sangat jauh dari pusat bumi sehingga
gravitasinya sangat kecil, bahkan mendekati nol). Misalnya kita pergi ke ruang
angkasa menjauhi pusat bumi, dan kemudian kembali lagi ke bumi (misalnya selama
1 tahun). Jika kita punya saudara kembar yang menunggu kita di bumi, kita bisa
melihat sendiri bahwa saat kita mendarat, kembaran kita (yang lahirnya
bersamaan dengan kita) sudah 9 tahun lebih tua dari kita! Inilah yang dikenal
sebagai The Twin Paradox. Jadi, yang mempengaruhi waktu bukan hanya kecepatan,
tetapi juga gravitasi. Ini berarti kita bisa kembali ke masa lalu kita dengan
memanfaatkan medan gravitasi yang sangat kuat.
Black
hole atau
lubang hitam merupakan medan yang memiliki gravitasi paling kuat. Saking
kuatnya, lubang hitam ini bisa menyedot apa saja ke dalamnya! Tidak ada yang
bisa menghindari tarikan gravitasinya, termasuk cahaya. Cahaya atau partikel
lain yang tersedot lubang hitam akan langsung dilahap habis (dari sinilah asal
istilah Lubang HITAM). Semua yang tadinya ada menjadi tidak ada. Banyak ilmuwan
yang memperkirakan lubang hitam bisa menjadi pintu untuk kembali ke masa lalu
karena gravitasinya yang begitu kuat. Tetapi semua partikel akan hancur jika
masuk ke lubang hitam! Bagaimana bisa kembali ke masa lalu jika kita sudah
keburu hancur?
Para
fisikawan akhirnya melirik ‘adik’ dari lubang hitam, yang kita kenal sebagai Wormhole
(Lubang Cacing). Wormhole juga merupakan medan yang memiliki
gravitasi yang sangat kuat, tetapi tidak seperti ‘kakak’nya. Jika suatu benda
atau partikel masuk ke salah satu ujung lubang cacing, partikel itu masih bisa
keluar di ujung lainnya (ada ‘pintu masuk’ dan ‘pintu keluar’nya). Jalur yang harus
ditempuh dalam wormhole jauh lebih pendek dibanding jalur konvensional (merupakan
jalan pintas). Ini analogi dengan terowongan di bawah bukit. Perjalanan melalui
bukit tentunya lebih jauh dibanding jarak yang harus ditempuh jika kita
melewati terowongan yang terletak di bawah bukit tersebut. Pembentukan wormhole didukung oleh,
lagi-lagi, teori relativitas Einstein. Menurut Einstein, massa dapat
menyebabkan waktu ruang (spacetime) menjadi melengkung (curved).
Bagaimana caranya?
Misalnya
ada dua orang saling berhadapan dan memegang sehelai kain yang dibentangkan
kuat-kuat. Lalu di atas kain tersebut kita letakkan buah semangka
yang berat. Pasti buah semangka itu akan berguling ke tengah-tengah kain yang
ujung-ujungnya dipegang kuat-kuat itu sehingga kain melengkung (membentuk
cekungan) akibat massa buah semangka. Jika kita meletakkan satu buah anggur di
pinggir kain itu, pasti buah itu akan langsung ‘tersedot’ oleh cekungan tadi.
Cekungan ini dapat dianggap sebagai pintu masuk lubang cacing. Tetapi ini baru
merupakan bidang dua dimensi. Spacetime ada dalam empat dimensi: 3
dimensi ruang (atas-bawah, kanan-kiri, depan-belakang) dan 1 dimensi waktu.
Supaya menjadi empat dimensi, kain tadi kita lipat sehingga ada dua permukaan
yang dipisahkan jarak tertentu, yang disebut Hyperspace. Kita letakkan
lagi buah semangka di atas permukaan kain teratas sehingga membentuk cekungan
seperti tadi. Permukaan yang kedua (tepat di tengahnya) juga diberi massa yang
besarnya sama (dari arah berlawanan) sehingga membentuk cekungan yang kedua
(dapat dianggap sebagai pintu keluar lubang cacing). Seluruh permukaan kain
melambangkan spacetime yang merupakan ruang/jarak konvensional. Kedua
cekungan pada spacetime akan bertemu dan membentuk lorong (Gambar 1)
yang kemudian kita sebut sebagai Lubang Cacing. Misalnya Bumi terletak di pintu
masuk wormhole, dan Sirius, bintang yang berjarak 9 tahun cahaya
dari Bumi, terletak di pintu keluarnya. Untuk bepergian dari Bumi ke Sirius
secara konvensional kita harus menempuh perjalanan sejauh 9 tahun cahaya. 1
tahun cahaya merupakan jarak yang ditempuh cahaya selama 1 tahun. Kecepatan
cahaya adalah 300.000 km/detik. Ini berarti 9 tahun cahaya = 300.000 km/detik x
60 detik/menit x 60 menit/jam x 24 jam/hari x 365 hari/tahun x 9 tahun =
8,51472 x 1013
km.
Padahal perjalanan terjauh yang pernah ditempuh manusia adalah 400.000 km
(yaitu perjalanan ke bulan). Wormhole memungkinkan kita untuk ‘memotong
jalan’ sehingga bisa sampai di Sirius hanya dalam waktu beberapa saat saja.
Kita pun bisa menjelajahi jagad raya dalam waktu yang singkat!
Misalnya
ada wormhole yang pintu masuknya tidak jauh dari atmosfer Bumi, tetapi
pintu keluarnya berada di dekat bintang yang dipenuhi partikel netron
(neutron star) yang memiliki gravitasi sangat tinggi. Kita tahu bahwa
pada ketinggian di atas atmosfer bumi gaya gravitasi bumi semakin kecil karena menjauhi
pusat bumi. Ini berarti di pintu masuk wormhole waktu berjalan cepat, tetapi
di pintu keluarnya waktu berjalan sangat lambat (karena adanya gravitasi bintang).
Dengan demikian, jika kita memasuki wormhole tersebut kita bisa melakukan
perjalanan dalam lorong waktu menuju masa lalu maupun masa depan!
0 Komentar